Samarinda, Kaltimnow.id – Komisi IV DPRD Samarinda bersama dengan Dinas Pendidikan dan kebudayaan (Dsidikbud) Samarinda wacanakan insentif guru honor akan di potong.
Adapun alasan dari pemotongan tersebut, Disdikbud hanya mengimpelemtasikan anggaran yang telah ditetapkan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Dikutip dari Suara.com, Kepala Disdikbud Samarinda Asli Nuryadin usai pertemuan bersama dewan tak dapat berkomentas mengenai hal tersebut.
“Jadi saya tidak bisa memberikan komentar yang detail, karena saya belum tahu angkanya. Karena misalnya nanti saya ngomong dikurangi sekian, tapi angkanya muncul full kan enggak bisa juga. Saya belum tahu pasti angka itu sebelum diketok DPRD dan TAPD,” katanya, Rabu (24/8/2022).
Lebih lanjut, pria yang akrab dipanggil Asli ini menuturkan, adapun penerima insentif dari jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Sekolah Dasar (SD), dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), baik itu sekolah negeri maupun swasta.
Dari total guru dan tenaga kependidikan (GTK) honor di seluruh sekolah negeri (TK, SD, SMP, SKB/PLA) sebanyak 2.486 orang, 2.319 di antaranya sudah menerima insentif. Sisanya sebanyak 167 orang belum menerima insentif.
“Kemudian, untuk di sekolah swasta (PAUD/KB/TK/TPA/TPQ, SD, SMP, PKBM), total guru dan tenaga kependidikan sebanyak 4.164. GTK yang menerima intensif sebanyak 3.826 orang dan yang belum menerima sebanyak 336,” bebernya.
Sedangkan untuk GTK sekolah di bawah Kementerian Agama (Kemenag) terdiri atas {GDA sekolah negeri dan PGDA swasta, madin, dan Pondok pesantren (Ponpes) sebanyak 1.319 tenaga pengajar dan yang belum menerima hanya 45 orang.
Untuk guru di sekolah negeri, swasta, maupun Kemenang menerima setiap bulannya sebesar Rp 700.000 dibayar setiap triwulan sekali.
“Kami masih tunggu angka pasti (alokasi insentif, Red.) dari TAPD, apapun keputusannya saya ikut,” ungkapnya.
Di tempat yang sama, Sri Puji Astuti selaku Ketua Komisi IV DPRD Samarinda menegaskan, pihaknya akan terus mengawal dan mengupayakan agar insentif guru maupun tenaga pendidik tetap diperoleh, tak kurang ataupun dihapus.
“Perlu ada keberpihakan dari Pak Wali Kota untuk peningkatan SDM. Tidak melulu membangun infrastruktur,” tegasnya.
Ia menjelaskan. Adanya wacana pengurangan itu muncul setelah adanya temuan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Sejumlah poin telah dilayangkan pada pemberian tunjangan maupun insentif kepada GTK honorer tidak sesuai dengan aturan.
“Saya sampaikan ke TAPD dan inspektorat, Samarinda punya Perda Nomor 4/2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam perda itu ada mandatori 20 persen untuk pendidikan dialokasikan dari APBD kota,” jelasnya.
Politisi dari Partai Demokrat itu menegaskan, Pemkot Samarinda harus konsisten dengan aturan tersebut. Sebab, 20 persen yang dimaksud di perda itu dibuat untuk kesejahteraan guru di luar gaji.
Lalu struktur APBD untuk usulan anggaran di Disdikbud Samrinda, yang awalnya sekira Rp 600 miliar, ternyata 80 persennya hanya untuk gaji. Pihaknya pun mempertanyakan alokasi anggaran untuk program lainnya selama ini.
“Apalagi dengan rencana pengurangan insentif Rp 700 ribu jadi hanya Rp 250 ribu. Kami (DPRD) teriak karena kami tidak setuju,” tambahnya.
Dia mengakui, pendidikan di Samarinda justru bergantung terhadap 80 persen guru honorer. Sejak kepemimpinan wali kota sebelumnya, Komisi IV terus menyuarakan dan menyarankan agar insentif guru yang hanya Rp 700 ribu itu justru ditambah. Bukan seperti sekarang, dikurangi.
“Dengan adanya temuan BPK itu, tertib administrasi memang betul (harus diperbaiki, Red.). Tapi, ada hal-hal yang di luar itu, yakni keberpihakan dari pemkot terhadap kesejahteraan guru. Kalau guru-guru tidak digaji, tidak bekerja, bagaimana dengan para siswa?” ucapnya.
Mengacu pada salah satu peraturan dari Kemendikbud, jika ada guru yang sudah mengantongi sertifikasi maka sudah dapat insentif sebanyak satu kali gaji. Namun bagi guru yang belum mendapat sertifikasi dan tak ada tunjangan profesi guru (TPG), Pemkot Samarinda berencana memberikan hanya Rp 250 ribu untuk satu bulan. Menurutnya, nominal tersebut jika direalisasikan tentu tak cukup untuk memenuhi kebutuhan guru. (Ant)