Angka Kematian Ibu dan Bayi di Kukar Dilatarbelakangi 4T

Kutai Kartanegara – Dalam beberapa tahun terakhir ini, Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) menjadi salah satu fokus bagi Dinas Kesehatan (Dinkes) Kukar.

AKI atau pun Angka Kematian Bayi (AKB) terhadap ibu Maternal di Kukar bisa terjadi karena 4T (4 Terlalu) yang banyak di temukan oleh Dinas Kesehatan.

“Kita bisa melihat dari 10 tahun terakhir, tingkat AKI maupun AKB terhadap ibu maternal di Kukar di latarbelakangi oleh 4T (4 Terlalu) Terlalu Muda (kehamilan di usia ibu kurang dari 20 tahun), Terlalu Tua (kehamilan di usia ibu lebih dari 35 tahun)Terlalu Banyak (kehamilan lebih dari 4 kali) dan Terlalu Rapat (kehamilan dengan jarak kurang dari 2 tahun dari kehamilan lalu),” kata Kepala Seksi (Kasi) Penyehatan Keluarga, Sri Lindawati Selasa (08/12/2020) siang.

Lindawati pun menambahkan, kurangnya edukasi dan faktor kebudayaan masyarakat kukar menjadi salah satu faktor lain yang membuat tingkat kematian ibu maternal meningkat.

“Karena Kukar ini cukup luas, dan masyarakatnya tersebar ada di daerah hulu dan pantai aksesnya menjadi hambatan kami. Selain itu dari budaya masyarakat yang sulit untuk menerima rujukan, masih ada masyarakat yang memilih untuk melahirkan atau proses persalinan di rumah. Padahal itu kondisinya itu harus dirujuk,” pungkasnya.

Indikator Deteksi Dini Rujukan atau Indeks Rujukan menjadi dasar bagi para petugas puskesmas dalam menangani kasus ibu maternal. Formulirnya memuat Indikator Deteksi Dini Rujukan Maternal dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dari rumah sakit.

Lindawati menerangkan bahwa Indeks Rujukan sendiri ada dua parameter yang digunakan, yang pertama parameter medis dan kedua non medis.

“Ada dua parameter yang digunakan, yang pertama itu parameter medis dan kedua itu non medis. Untuk parameter sendiri yakni pemeriksaan terhadap seseorang ibu terhadap tekanan darah, nadi, pernapasan sistolik dan diastolik, tingkat kesadaran dan Sedangkan untuk parameter non medis, dilihat dari jarak tempuh, kita melihatnya bukan dari kilo tetapi estimasi waktu dari rumah ke rumah sakit rujukan atau jarak jauhnya,” terangnya.

18 kecamatan dan 32 puskesmas yang ada di Kutai Kartanegara sama sekali tidak memiliki dokter. Hal ini pun dibahas oleh pihak Dinkes Dalam Inovasi Indeks Rujukan Kukar yang telah berkolaborasi dan berdiskusi terhadap dokter spesialis guna memastikan apakah di puskesmas mampu memberikan penanganan dan dokter umum dapat melakukan konsultasi rumah ke rumah.

Dalam Form Indeks Rujukan, Lindawati menjelaskan bahwa ada dasaran warna dalam proses skining yakni merah, kuning, hijau. Warna tersebut membatu tenaga medis dalam menangani pasien.

“Terdapat tiga warna yang menjadi dasar skrining dalam menangani kasus ibu maternal. Ada merah, kuning dan hijau. Dalam tiga warna tersebut, tenaga medis dapat menilai apakah pasien tersebut harus dilakukan rujukan ke rumah sakit atau tidak. Misalnya warna kuning, ada dua saja parameter kuning artinya si pasien harus segera di kolaborasikan dengan dokter umum. Tetapi kalau tidak mampu harus kolaborasi dengan hotline rumah sakit. Apakah nanti keputusannya ditangani di tempat atau di rujuk,” jelasnya. (yue)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *