Kutai Kartanegara, Kaltimnow.id – Ketua Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga Desa Muara Enggelam, Nurul Huda mengatakan bahwa sejumlah warganya mengalami stunting. Dimana asupan gizi yang kurang kepada balita serta daerah yang tidak memiliki lahan tanah untuk budi daya tanaman menjadi faktor utama.
Menghadapi hal tersebut, Nurul Huda mencari ide dan melakukan kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara (Kukar) mengembangkan tanaman hidroponik, melalui pelatihan pada peserta PKK Desa Muara Enggelam.
Pelatihan dengan materi yang diberikan oleh Dinas Pertanian dan Peternakan Kukar tersebut sudah berjalan selama 4 tahun terakhir ini, yakni membudidayakan sayur-sayuran seperti selada dan pakcoy. Pada tahun 2019, hidroponik ini dikelola oleh tim posyandu terpadu setempat.
“Sayur mentah atau yang sudah diolah kami bagikan kepada warga, khusunya kepada ibu hamil, ibu yang memberikan asi, dan lansia. Sayuran hidroponik yang ditanam kini punya manfaat lebih bagi warga desa,” kata Nurul Huda, pada Kamis (28/10/2021).
Dengan adanya pelatihan hidroponik ini, dan berdasarkan data dari Posyandu Desa Muara Enggelam, hasil kasus stunting mulai menurun. Dari tahun 2017 sebanyak 38 kasus, dua tahun kemudian 2019 turun menjadi 27 orang. Dan 2021, tercatat 21 orang.
Di tempat terpisah, Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura dari Distanak Kukar, Sugiono mengungkapkan bahwa pihaknya sedang mengembangkan tanaman hidroponik di berbagai desa yang memiliki permasalahan dalam bercocok tanam menggunakan media tanah.
Dengan adanya solusi tersebut, kebutuhan gizi warga dapat terpenuhi, sehingga angka stunting dapat ditekan secara perlahan. Untuk desa-desa yang tidak memiliki lahan tanah, dapat memanfaatkan media air.
“Kita berikan sosialisasi dan pelatihan cara menanam kepada masyarakat yang tinggal di wilayah perairan,” ungkapnya.
Selain itu, Distanak Kukar sendiri juga akan menyalurkan bantuan instalasi hidroponik kepada warga Tenggarong Seberang. Dimana tanaman hdiroponik sendiri selain bermanfaat untuk kesehatan, juga memiliki nilai ekonomis tinggi.
“Selada dan pakcoy seharga Rp 5 ribu pak. Jika memiliki 100 lubang tanam, maka warga bisa mendapatkan Rp 500 ribu. Masa panen hidroponik pun hanya berkisar sebulan, dan masuk kategori organik,” ujarnya.
Sekertaris Distanak Kukar, Syah’rani mengatakan bahwa menanam hidroponik sangatlah mudah. Pembudidayaan cukup memperhatikan kandungan nutrisi dan PH dalam air yang menjadi media tanaman. Pengukuran tingkat keasaman atau alkalinitas (pH) dan part per million (PPm) airnya menggunakan alat total dissolved solids (TDS) meter.
Selain menggunakan paralon, menanam hidroponik juga bisa menggunakan styrofoam sebagai lubang dan kolam sebagai wadah airnya. Cara seperti ini dikenal dengan sebutan sistem wick. Ditegaskannya bahwa hidroponik memang cocok diterapkan pada wilayah dengan lahan daratan terbatas atau daerah rawan banjir. (adv diskominfo/ant)