Jakarta, Kaltimnow.id – Akibat pandemi Covid-19, banyak anak-anak di Indonesia kehilangan orang tua mereka.
Belum ada data pasti, tetapi banyak dari anak-anak yang kehilangan ayah, ibu atau ayah dan ibu sekaligus.
Dikutip dari CNN, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid menyebut ada 11 ribu anak di seluruh Indonesia kehilangan orang tua yang meninggal akibat terpapar virus corona. Jumlah itu masih bisa bertambah seiring pandemi yang belum usai.
“Itu secara nasional 11 ribu lebih. Jadi ini pasti akan terus bertambah, dengan sekarang meningkatnya (Covid-19) di luar Jawa,” kata Alissa, Selasa (30/8/2021).
Akibatnya, tumbuh kembang anak-anak pun kini terancam dan kurangnya lingkungan yang kondusif.
Disadur dari Covid19.go.id, Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate mengatakan, Presiden Republik Indonesia (RI) Jokowi, menegaskan kehadiran negara dalam melindungi anak-anak, termasuk anak-anak yang terdampak pandemi Covid-19, melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) No. 78/2021.
“Pandemi Covid-19 ini tergolong situasi bencana, yang pasti berimbas pada kehidupan anak-anak. Melalui PP tersebut Presiden memberikan arahan bagi semua pihak untuk memastikan adanya langkah ekstra perlindungan pemerintah kepada anak-anak, khususnya dari situasi dan kondisi yang mengancam tumbuh kembang mereka,” ungkap Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate.
Adapun kategori anak yaitu, seseorang yang berusia di bawah 18 tahun, termasuk yang masih berada di dalam kandungan. PP tentang Perlindungan Khusus bagi Anak tersebut diterbitkan atas dasar kebutuhan, yaitu kebutuhan sosiologis empiris dan kebutuhan yuridis. Dan telah ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 10 Agustus 2021 lalu.
Jika dilihat dari sosiologis empiris, pandemi saat ini, ada situasi dan kondisi tertentu yang membahayakan diti dan jiwa anak, dan negara wajib hadir untuk menjamin masa depan mereka. Termasuk di antaranya anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak yang dieksploitasi baik secara seksual maupun ekonomi, anak yang menjadi korban perdagangan, dan kondisi-kondisi khusus lainnya.
Adapun, situasi darurat di mana anak perlu perlindungan khusus, contohnya seperti Pasal 1 ayat 2 PP 78 tahun 2021, yaitu ketika anak butuh jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya.
Setidaknya ada sebanyak 20 kategori anak yang membutuhkan perlindungan khusus, di antaranya anak korban eksploitasi seksual, anak korban jaringan terorisme, anak korban kekerasan fisik, anak korban perdagangan, dan anak korban dampak bencana, termasuk bencana non alam seperti pandemi Covid-19.
Bentuk Perlindungan Khusus anak yang diberikan adalah penanganan cepat termasuk pengobatan dan rehabilitasi, pendampingan psikososial, pemberian bansos bagi anak dari keluarga tidak mampu, serta perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.
Adapun dari perspektif yuridis, PP ini merupakan amanat dari UU Nomor 35 tahun 2014 mengenai Perlindungan Anak, yang mengamanatkan pengaturan lebih lanjut mengenai perlindungan khusus bagi anak melalui pembentukan PP.
Menteri Johnny menyebutkan, terbitnya PP ini adalah bentuk afirmatif komitmen negara dalam melayani kebutuhan perlindungan khusus bagi anak, mengingat masalah perlindungan ini tak bisa diselesaikan secara terpisah. Penerbitan PP ini juga memperjelas tugas dan kewenangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan lembaga dalam memastikan perlindungan khusus anak secara menyeluruh.
“Tentu saja terbuka ruang bagi masyarakat luas untuk berpartisipasi dalam memberikan perlindungan. Masyarakat yang memiliki informasi terkait keberadaan anak yatim piatu yang ditinggalkan atau terpisah dari orang tua karena COVID-19, juga dapat melapor ke aparat setempat atau dinas sosial. Anak-anak tersebut menjadi tanggung jawab negara. Intinya, kita harus bersama-sama mencegah agar anak tidak menjadi korban dalam situasi darurat, karena mereka adalah masa depan kita,” pungkasnya. (*)