Samarinda, Kaltimnow.id – Dinas Perkebunan Kalimantan Timur (Kaltim) rapat dengar pendapat (RDP) bersama Panitia Khusus (Pansus) Jalan Umum dan Khusus Batu Bara dan Kelapa Sawit DPRD Kaltim, di Gedung E lantai 1 Kantor DPRD Kaltim, pada Rabu (9/03/2022).
Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Ujang Rachmad mengatakan, seiring perkembangan saat ini, perlu melakukan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10/2012 tentang penyelenggaraan jalan umum dan jalan khusus untuk kegiatan pengangkutan batubara dan kelapa sawit.
“Kita tadi RDP membahas tentang revisi Perda Nomor 10 Tahun 2012, mengingat Perda ini juga sudah lama dan mungkin tidak sesuai dengan kondisi dan perkembangan ekonomi sekarang. Tadi saya memberikan beberapa pendapat terhadap Ketua Pansus dan anggotanya terkait subtansi pengaturan yang nantinya akan dimasukkan dalam perubahan Perda tersebut,” katanya ditemui usai menghadiri RDP.
Diakuinya, hingga saat ini perusahaan kelapa sawit di Kaltim belum memiliki jalan khusus tersebut. Utamanya jalan untuk pengangkutan CPO ke penimbun sehingga masih menggunakan jalan umum.
“Perusahaan perkebunan memiliki jalan di dalam kebunnya sendiri untuk mengangkut TBS dari kebun ke pabrik. Jalan khusus yang dimaksud disini adalah CPO, dari pabrik ke penimbunan. Nah, memang itu belum ada yang punya, dan itu termasuk yang dibahas tadi. Ini kita carikan jalan keluar supaya kepentingan masyarakat, penggunaan jalan dan kepentingan ekonomi yang dibangkitkan oleh perusahaan perkebunan agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat,” terang Ujang.
Dalam RDP bersama Pansus, Ujang mengaku mengajukan usulan agar angkutan kelapa sawit tetap diizinkan untuk menggunakan jalan umum. Ini dilakukan dengan pertimbangan untuk peningkatan ekonomi masyarakat.
“Substansi yang paling penting, tadi saya sampaikan dengan alasan bahwa kita harus menjaga pertumbuhan ekonomi, hak masyarakat dan gerakan ekonomi masyarakat yang ditimbulkan oleh usaha kelapa sawit ini, maka usulan saya sederhana saja tadi. Bahwa angkutan sawit tidak perlu dilarang menggunakan jalan umum, seperti jalan kabupaten/kota, provinsi dan jalan negara tapi dia boleh lewat dengan pengaturan,” ungkapnya.
Lanjut Ujang, pengaturannya mengikuti undang-undang angkutan jalan. Artinya, kalau beban jalan hanya mampu menampung 8 ton, maka tidak boleh, disesuaikan dengan kelas jalan yang dilalui.
Mengenai kualitas jalan di Kaltim yang masih berada di kelas 3, tidak cocok untuk dilalui kendaraan dengan jumlah angkutan besar, menurutnya sudah jadi konsekuensi.
“Itu konsekuensinya, kalau lebih rumit lagi, kalau kita melarang sawit tidak boleh lewat, nah itu pertama aturan diatasnya tidak ada yang mengatur pelarangan angkutan komoditas. Kedua, kita berbicara disini bahwa 30 persen sampai 40 persen sawit yang lewat di jalan itu punya rakyat,” pungkasnya. (adv/kmf/cintia)