Samarinda, Kaltimnow.id – Dinas Kependudukan, Pemberdayaan, Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKP3A), Propinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merilis data dari Kantor Wilayah (Kanwil) Kementrian Agama (Kemenag) RI Kaltim mengenai jumlah pernikahan anak di bawah umur pada semester 1 tahun 2020 mencapai 1.159 anak.
Adapun faktor tersebut salah satunya adalah sosial budaya. Dimana, adanya suku-suku tertentu masih beranggapan anak mereka sudah akil baligh dapat dinikahkan.
“Salah satu contohnya anak perempuan yang berusia 13 tahun sudah dinikahkan, dimana dia baru saja akil baligh. Karena menurut adat dan suku yang mereka yakini,” kata Kepala Dinas P3A Kaltim, Noryani Sorayalita, Rabu (2/6/2020) kemarin.
Wanita yang akrab dipanggil Noryani ini pun menjelaskan, menurut data dari Kanwil Kemenag RI Kaltim, ada empat kota/kabupaten di Kaltim dengan angka tertinggi dalam pernikahan anak. Yaitu, Kukar 268 anak, Balikpapan 206 anak, Samarinda 194 anak dan Paser 172 anak.
Tingginya angka pernikahan anak menurut Noryani adanya faktor budaya, ekonomi, perilaku anak, dan ketidak setaraan gender menjadi faktor terjadinya perkawinan anak.
“Adanya orang tua yang khawatir anaknya berbuat zina, maka dinikahkan atau akibat pergaulan bebas. Tetapi secara usia dan mental mereka belum siap, serta kurangnya ilmu dan kematangan dari anak itu sendiri,” ungkapnya.
Adanya pencegahan perniakahan anak sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 16 tahun 2019 tentang perbuahan atas UU Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Dimana batas usia perkawinan diubah menjadi usia 19 tahun, baik untuk laki-laki maupun perempuan.
Dengan adanya UU tersebut, penguatan peran keluarga dan masyarakat dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, seperti diskusi komunitas mengenai Perkawinan Usia Anak (PUA) dan penanaman nilai-nilai agama.
Noryani pun mengimbau kepada seluruh pihak terkait untuk dapat memberikan imbauan dan sosialisasi, dimana jika hal itu terus terjadi maka angka stunting dan perceraian di Kaltim bisa saja meningkat dengan drastis.
“Kita mengimbau dan mensosialisasi kepada masyarakat tentang dampak-dampak dari resiko nikah di usia belia. Dilihat dari kesiapan mental dari kedua pasangan tersebut, serta kemapaman ekonomi,” pungkasnya. (ant)