Kutai Kartanegara, Kaltimnow.id – Kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO), menjadi perihal yang sangat serius untuk disikapi. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara (Kukar) melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) bersinergi dengan stakeholder untuk mencegah dan menekan angka kasus tersebut.
TPPO sendiri adalah tindakan perekrutan, pengakutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, dan penyalahgunakan kekuasaan.
Kepala Bidang Perlindungan Hak Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak (PHP2KA) Mike Hamsya Erita mengatakan, adanya sosialisasi tersebut dapat memberikan pemahaman kepada stakeholder mengenai pemberian pelayanan dan pendampingan.
Lebih lanjut, ia mengajak dapat saling bersinergi, berkomitmen, bekerjasama dan berperan aktif, responsif, cepat dan tepat dalam mencegah TPPO bersama.
“Menuai nilai-nilai keadilan di dalam masyarakat dengan tetap mematuhi ketentuan hukum yang berlaku sehingga perempuan dan anak bisa terlindungi terutama dari TPPO,” kata Mike, Sabtu (27/11/2021).
Lebih lanjut, Mike menjelaskan sebanyak 35 orang peserta dari lima orang OPD terkait, 11 orang dari UPT PPA, 19 aktivis PATBM Desa/Kelurahan, dan 12 orang dari pemerintah kecamatan.
Di tempat yang sama Plt Asisten II Sekretariat Kukar, Wiyono menambahkan, hal ini merupakan tanggung jawab semua pihak dan elemen masyarakat.
“Ini menjadi tanggung jawab kita semua, baik dari pemerintah, masyarakat dan stakeholder untuk saling bersinergi melakukan berbagai macam atau langkah pencegahan dan penanganan TPPO,” tambahnya.
Dilansir dari Suara.com, Laporan paling banyak disampaikan dari Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. Secara detail, 4.116 kasus yang diterima Simfoni PPA itu terdiri dari 68 korban eksploitasi, 73 korban TPPO, 346 korban penelantaran, 979 korban kekerasan psikis, 1.111 korban kekerasan fisik dan 2.556 korban kekerasan seksual.
Oleh karena itu, pihaknya pun berkomitmen dan mendukung adanya pelaksanaan kegiatan pembangunan di daerah yang responsive gender dan mendukung nilai-nilai keadilan Hak Asasi Manusia (HAM).
“Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan dapat meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM), khususnya para anggota atau personil jejaring lembaga penyedia layanan penanganan bagi perempuan korban kekerasan,” ujar Wiyono.
Adapun pidana bagi para pelaku yang melakukan tindakan TPPO akan diancam hukuman Pasal 2 Junto Pasal 17 dan atau Pasal 12 Undang Undang RI Nomor 21 tahun 2007, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara paling singkat 3 tahun dan denda Rp 120.000.000,00 paling banyak Rp 600.000.000,00. Selain itu juga Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 dilakukan terhadap anak, maka ancaman pidananya ditambah sepertiga. (adv diskominfo/ant)