Samarinda, Kaltimnow.id – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar evaluasi dan percepatan pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN). Imunisasi yang diberikan ialah imunisasi campak rubela untuk usia 9-15 tahun dan imunisasi kejar untuk anak usia 12-59 bulan, serta imunisasi OPV, IPV, dan DPT-HB-Hib.
Pemprov Kaltim melalui Plt Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim, Setyo Budi Basuki mengungkapkan bahwa program imunisasi sebenarnya sudah dilakukan sejak lama. Terkhusus bagi anak-anak agar terhindar dari berbagai penyakit yang tidak ada obatnya. Oleh sebab itu imunisasi rutin menjadi kuncinya.
“Kenapa ada BIAN karena untuk menutupi kekurangan dari cakupan yang seharusnya. Jadi cakupan itu harusnya minimal 95 persen untuk imunisasi rutin. Namun karena pandemi Covid-19 ada pembatasan sosial, kegiatan di Posyandu tak maksimal. Masyarakat juga takut ke Puskesmas,” jelas Setyo saat ditemui, pada Rabu (06/07/2022).
Dalam hasil evaluasi tersebut, Kaltim terhitung sebagai peringkat ketiga senasional dalam realisasi imunisasi anak. Meskipun capaiannya terhitung tak sesuai target, yakni 57 persen dari target atau 37 persen dari 95 persen.
Menurut Setyo, hal itu belum sesuai target, hal ini didasari karena ketidaksesuaian jadwal program BIAN dan waktu masuknya murid sekolah belajar.
“Ini temingnya tidak begitu tepat, kan sasarannya usia anak sekolah SD. Kemudian waktu dicanangkan kemarin itu mendekati waktu mau ujian, sehingga orangtua takut nanti kalau di vaksin, anak-anaknya ini sakit dan tidak bisa mengikuti ujian. Kemudian setelah selesai ujian, beberapa hari libur sekolah. Sehingga petugas kami kesulitan mengakses,” jelasnya.
Oleh sebab itu, cakupan imunisasi terjadi penurunan. Setyo menegaskan penurunan tidak hanya terjadi di Kaltim, namun hampir di seluruh Indonesia. Kecuali Provinsi DIY Yogyakarta dan Bali yang cakupannya memang sudah lebih dulu tinggi.
Dari 10 kabupaten/kota di Kaltim, Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) memiliki presentase cakupan tertinggi untuk imunisasi program BIAN ini, yaitu 123.8 persen. Daerah yang memiliki presentase terendah dimiliki oleh Kota Samarinda, yaitu 40.4 persen.
Diketahui pula bahwa jumlah penduduk di Samarinda terbanyak. Artinya, jika imunisasi di Samarinda bisa dinaikkan, maka cakupan secara provinsi juga akan tinggi.
“Ada 2 sasaran yang besar di lingkup pendidikan di bawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Samarinda dan Kementerian Agama (Kemenag) Samarinda. Untuk pendidikan di bawah Diknas, total capaian sudah sekitar 90 persen lebih. Sementara di lingkup Kemenag baru 1,3 persen,” lanjut Setyo.
Berdasarkan data tersebut, maka setelah ini akan ada koordinasi dengan Kanwil Kemenag Samarinda agar ditetapkan jadwal untuk pelaksanaan imunisasi. Dari situ, Dinas Kesehatan terkait atau puskesmas akan mengakses sekolah di bawah naungan Kemenag.
“Yang paling tinggi saat ini cakupannya ada di Mahulu dan Kutai Barat. Target keseluruhan kami harus tetap sama-sama, ini membicarakan herd immunity. Semua wilayah minimal harus 95 persen untuk tutupi kekurangan itu,” pungkas Setyo. (cintia/adv/kominfokaltim)