Kutai Kartanegara, Kaltimnow.id – Pembangunan Kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, supaya terwujud derajat kesehatan warga masyarakat yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu pemenuhan gizi merupakan salah satu upaya untuk menciptakan generasi yang sehat di masa depan.
Indonesia merupakan negara dengan tingkat kekurangan gizi akut nomor empat tertinggi di dunia, dimana 12 persen anak usia dibawah lima tahun mengalami kekurangan gizi akut. Lima persen (1,3 juta) diantaranya dengan kasus gizi buruk (wasting). Tingkat kematian anak dengan gizi buruk adalah 11,6 kali lebih tinggi dibanding anak dengan gizi baik. Hasil Riskesdas tahun 2018, prevalensi balita sangat kurus (severely wasting) 3,5%. Angka ini menunjukkan bahwa kasus gizi buruk masih menjadi masalah gizi masyarakat.
Namun belum semua tenaga kesehatan di sarana pelayanan mempunyai pengalaman dalam tatalaksana kasus tersebut, sehingga dikhawatirkan anak gizi buruk tidak mendapatkan pelayanan yang profesional dan bermutu. Sehingga perlu adanya upaya pencegahan dan penanggulangan secara professional sesuai kompetensi masing-masing pada tenaga Kesehatan (nakes).
Dalam rangka meningkatkan kemampuan dan keterampilan tenaga kesehatan dalam penanggulangan kasus gizi buruk, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) pun bekerjasama dengan Dinkes Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) melalui UPTD Balai Pelatihan Kesehatan melaksanakan Pelatihan Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk Pada Balita agar tenaga kesehatan khususnya di Kalimantan Timur mampu melakukan pencegahan dan tatalaksana gizi buruk pada balita.
“Peserta mampu melakukan pengelolaan pencegahan dan tatalaksana gizi buruk pada balita sesuai Pedoman Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita (Kemenkes, 2019),” kata Nurul Fitriningsih, Kasi PGKM Dinkes Kukar kepada media Kaltimnow.id, pada Minggu (07/11/2021) siang.
Balita gizi buruk masih ditemukan di beberapa tempat baik dalam bentuk kwashiorkor, marasmus atau marasmus kwashiorkor. Hal ini merupakan masalah kita bersama yang dicegah dan tanggulangi bersama pula. Oleh karena itu perlu upaya pencegahan dan penanggulangan secara professional sesuai kompetensi masing-masing tenaga kesehatan.
Lebih lanjut, wanita yang akrab dipanggil Nurul itu menjelaskan, para peserta yang telah mengikuti pelatihan mampu melakukan pengelolaan, pencegahan dan tatalaksana gizi buruk pada balita sesuai Pedoman Pencegahan dan Tatalaksana Gizi Buruk pada Balita (Kemenkes 2019).
“Itu tujuan khususnya, yang pertama melakukan pencegahan dan penemuan dini gizi buruk pada balita. Setelah itu, melakukan pengelolaan terintegrasi penanggulangan gizi buruk, serta melakukan tatalaksana gizi buruk pada balita di layanan rawat jalan maupun inap,” jelasnya.
Adapun pelatihan yang dilakukan selama enam hari itu terhitung dari tanggal 1 sampai 6 Nopember 2021 yang diikuti sebanyak 24 peserta dari tenaga kesehatan puskesmas dan rumah sakit yang ada di Kukar.
“Harapannya surveilans gizi buruk dapat ditingkatkan dan semua balita gizi buruk mendapat penanganan yang tepat di tangan petugas yang tepat,” harapnya. (adv diskominfo/ant)