Samarinda, Kaltimnow.id – Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) melaksanakan rapat dengar pendapat (RDP) bersama Perusahaan Daerah (Perusda) PT Ketenagalistrikan Provinsi Kaltim, di gedung D lantai 3, kantor DPRD Kaltim, pada Selasa (18/01/2022).
Direktur Utama PT Ketenagalistrikan Kaltim Supiansyah mengatakan dalam pembahasan dengan komisi II, seputar rencana bisnis dan kebutuhan listrik di wilayah pelosok Kaltim.
“Kita tetap mengacu pada pengembangan PLTS, listrik energi yang terbarukan, tentu kita juga mempertimbangkan jumlah penduduk dan sebagainya. Jadi selain dari PLTU yang sudah berjalan, kita fokusnya ke PLTS dan desa-desa yang memerlukan listrik,” katanya saat ditemui media usai RDP.
Dalam pengembanganya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) akan membutuhkan anggaran sekitar Rp15 miliar per tahun jika on great per mega watt, dengan kapasitas tersebut akan memenuhi sebanyak 900 rumah.
“Rata-rata 1 mega itu untuk 900-an rumah, kalau 450 ya. Tapi kan nanti tergantung masyarakat setempat seperti apa, apakah mau yang kecil, kan beda-beda itu. Nah itu yang diantisipasi. Tapi itu rencana kita,” jelas Supiansyah.
Selain itu, Supiansyah mengatakan pihak Perusda Ketenagalistrikan masih memperhitungkan wilayah sesuai dengan aspek finansial mitra. Karena PT Ketenagalistrikan tidak 100 persen modal sendiri.
“PLTU yang sudah jalan, sekarang PLTS atap yang sedang berjalan juga untuk kantor-kantor di pemerintahan provinsi, mungkin nanti kita akan menyasar daerah-daerah Kota/Kabupaten,” tambahnya.
Namun demikian PT Ketenagalistrikan juga akan menyasar daerah yang tertinggal, terbelakang dan terpencil serta akan berkerjasama dengan PLN.
“PLN itu bukan pihak ketiga tapi Pemilik wilayah usaha, pihak ketiga kan investor, sekarang kita lagi menggodok ada 3 tempat,” pungkas Supiansyah.
Terkait hal tersebut, Ketua Komisi II DPRD Kaltim Veridiana Huraq Wang mengatakan, bahwa pihaknya menyoroti minimnya kontribusi PT Ketenagalistrikan dalam menyumbang PAD. Pasalnya sejak tahun 2011 hingga 2020, kontribusi PAD baru Rp10 Miliar dari penyertaan modal sebesar Rp126 Miliar.
“Kami melihat ini belum maksimal, kemudian tadi kita bedah-bedah lagi ternyata ini mempengaruhi kerja sama antara PT Ketenagalistrikan dengan pihak ketiga yakni PT Cahaya Fajar Kaltim,” ujarnya.
Lanjutnya, PT CFK merupakan perusahaan bentukan bersama sebagai usaha bersama dengan pemerintah provinsi Kaltim saat ini terjadi perbedaan komposisi saham yang signifikan.
“Mereka menguasi 73 persen saham sementara kita hanya 17 persen, nah ini juga mempengaruhi pembagian Deviden tetapi kami juga mempertanyakan nilai 17 persen, kurang lebih Rp400 Miliar itu, angkanya dari mana,” jelas Veri.
Menindak lanjuti hal itu, komisi II akan bersurat ke pimpinan DPRD Kaltim untuk mengirim surat ke Gubernur dalam rangka melaksanakan apresial terhadap nilai saham.
“Karena yang tadi disampaikan itu yang terjadi sampai 2012, sedangkan ini sudah 2022 artinya sudah 10 tahun. Jadi kita ingin melihat apresial nilai saham kita, karena kalau begini terus, masa sih sudah 10 tahun kita cuma dapat 17 persen. Sementara pembentukan awal justru kita yang lebih besar,” ucap Veri.
Penulis: Cintia Rahmadani