Pencabutan Perda Penyelenggaraan Reklamasi dan Pasca Tambang, DPRD Kaltim Bahas Lebih Lanjut

Samarinda, Kaltimnow.id – Rapat Paripurna (Rapur) ke-40 DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) yang membahas 2 agenda yaitu pengesahan revisi agenda kegiatan DPRD Kaltim masa sidang III tahun 2022, dan penyampaian nota penjelasan terhadap 3 buah rancangan peraturan daerah (ranperda).

Rapat yang dipimpin oleh Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud itu dihadiri Staff Ahli Bidang Reformasi, Birokrasi, dan keuangan Daerah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim, Diddy Rusdiansyah mewakili Gubernur Kaltim Isran Noor, yang berlangsung di Gedung D Lantai 6 Kantor DPRD Kaltim, pada Rabu (21/09/2022).

Diketahui, tiga ranperda tersebut diantaranya Perubahan Peraturan Daerah (Perda) Kaltim Nomor 9 tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Kaltim, Pencabutan Perda Kaltim Nomor 8 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pasca Tambang, dan Pencabutan Perda Kaltim Nomor 14 tahun 2012 tentang Pengelolaan Air Tanah.

Menjadi perhatian para anggota DPRD Kaltim ialah pencabutan Perda Kaltim Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Pasca Tambang.

“Memang, Pemprov Kaltim meminta persetujuan DPRD Kaltim untuk mencabut perda tersebut dikarenakan perda ini tidak relevan lagi dengan aturan yang di atasnya,” ujar Hasanuddin Mas’ud (Hamas) kepada media usai Rapur berlangsung.

“Yakni, UU nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas UU nomor 4 tahun 2019 tentang Pertambangan, Mineral, dan Batubara. Dimana, perizinan, pembinaan, monitoring, sampai dengan pengawasan kewenangannya dilakukan oleh pemerintah pusat,” sambungnya.

Hasanuddin Mas’ud, juga merasa permintaan untuk mencabut perda tersebut perlu dibahas lebih lanjut.

“Karena perda itu dibuat melalui proses yang panjang dan perlu pembiayaan. Kalau mau dicabut, pasti harus ada narasi dan literasi yang jelas,” ungkapnya.

Mengingat permintaan pencabutan perda ini karena adanya UU Cipta Kerja yang juga notabene nya undang-undang dari pemerintah pusat. Tetapi, faktanya, kerusakan lingkungkan dari pertambangan terjadinya di daerah.

“Mungkin perlu koordinasi terdahulu lah sebelum pencabutan. Perlu uji materi dan konsultasi ke Mahkamah Konstitusi, untuk mengetahui bisa dicabut atau akan ada konsekuensi lainnya,” pungkas Hamas. (cintia/adv/kominfokaltim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *