Jakarta, Kaltimnow.id – Sejumlah Pengadilan Negeri (PN) dibeberapa daerah mengizinkan pernikahan beda agama, baru-baru ini di PN Jakarta Timur (Jaktim) pun membuatan penetapan hal serupa.
Dilansir dari Detik.com satu pasangan telah melaksanakan pernikahan yang diselenggarakan di Gereja Katerdral pada bulan Mei 2022 lalu. Setelah itu, mereka melakukan upacara pernikahan secara adat suku Batak di Jakarta Utara (Jakut).
Pengantin pria beragama Katolik berinisial AT dan pengantin perempuan beragama Protestan inisial A. mereka berdua menyatakan perkawisan atas dasar kehendan dan kesepakatan para pemohon sendiri dan masing-masing orang tua dari para pemohon pun tidak keberatan kalau pemohon satu dan pemohon dua melangsungkan perkawinan beda agama.
Hal tersebut berdasarkan apsal 28B ayat (1) UUD 1945 setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, dimana ketentuan ini pun sejalan dengan Pasal 29 UUD 1945 tentang dijaminnya oleh Negara kemerdekaan bagi setiap Warga Negara untuk memeluk Agamanya masing-masing.
Atas dasar tersebut, ketentuan-ketentuan tersebut mengandung pengertian setiap orang mendapatkan jaminan oleh Negara dalam memeluk dan menjalankan agamanya.
Kendati kemudian, pasangan tersebut mengalami kendala saat mendaftarkan peristiwa it uke Dukcapil Jaktim. Mereka menolak mencatat karena pernikahan beda agama ditulis berdasarkan izin dari pengadilan. Pasangan itu pun meminta penetapan ke PN Jaktim dan dikabulkan.
“Memerintahkan kepada Pegawai Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jakarta Timur untuk melakukan pencatatan tentang Perkawinan Beda Agama Para Pemohon tersebut di atas ke dalam Register Pencatatan Perkawinan,” ungkap Halomoan Ervin Frans Sihaloho saat membacakan pentepan.
Adapun pertimbangan dari Halomoan Ervin Frans Sihaloho mengambulkan permohonan itu:
1.Berdasarkan uraian-uraian pertimbangan sebelumnya dan dengan memperhatikan fakta-fakta hukum tersebut di atas, dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tidak diatur kalau calon suami dan calon isteri yang memiliki keyakinan agama berbeda merupakan larangan perkawinan.
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidaklah melarang terjadinya perkawinan di antara mereka yang berbeda agama.
3. Berdasarkan pasal 28B ayat (1) UUD 1945 ditegaskan kalau setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, dimana ketentuan ini pun sejalan dengan pasal 29 UUD 1945 tentang dijaminnya oleh Negara kemerdekaan bagi setiap Warga Negara untuk memeluk Agamanya masing-masing.
4. Pemohon sendiri saling mencintai dan para Pemohon bersepakat untuk membentuk perkawinan/rumah tangga yang kekal dan bahagia , di mana keinginan mereka tersebut telah mendapat restu dari kedua keluarga besar mereka masing-masing.
5. Pada dasarnya keinginan para Pemohon untuk melangsungkan perkawinan dengan berbeda agama tidaklah merupakan larangan berdasarkan UU Nomor 1 tahun 1974
6. Pembentukan suatu rumah tangga melalui perkawinan adalah merupakan Hak Asasi para Pemohon sebagai Warga Negara serta Hak Asasi para Pemohon untuk tetap mempertahankan agamanya masing-masing, maka ketentuan dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang sahnya suatu perkawinan, apabila dilakukan menurut tata cara agama atau kepercayaan yang dianut oleh calon pasangan suami isteri in casu hal ini tidak mungkin dilakukan oleh para Pemohon yang memiliki perbedaan agama.
7. Tentang tata cara perkawinan menurut agama dan kepercayaan yang tidak mungkin dilakukan oleh para Pemohon karena adanya perbedaan agama, maka ketentuan dalam pasal 10 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 memberikan kemungkinan dapat dilaksanakannya perkawinan tersebut. Di mana dalam ketentuan pasal 10 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 ditegaskan ‘dengan mengindahkan tata cara perkawinan menurut masing-masing hukum Agamanya dan Kepercayaannya itu, perkawinan dilaksanakan di hadapan Pegawai Pencatat dengan dihadiri 2 (dua) orang saksi’.
8. Maksud dan tujuan para pemohon untuk mengajukan permohonan izin perkawinan beda agama hanyalah semata-mata untuk kepentingan Para Pemohon sendiri dan tidak mengganggu ketertiban umum dalam lingkungan masyarakat sekitarnya dan tidak bertentangan dengan norma-norma hukum yang ada maka tidak ada alasan untuk tidak mengabulkan Permohonan Para Pemohon.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya sejumlah pengadilan juga membuat penetapan serupa, yakni PN Jaksel, PN Surabaya, dan PN Pontianak. (Ant)