Samarinda, Kaltimnow.id – Komisi I DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Perusahaan PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM) dan warga Desa Sepatin, untuk menindaklanjuti aduan dari komunitas masyarakat Desa Sepatin terkait dugaan penyerobotan lahan.
Ketua Komisi I DPRD Kaltim Baharuddin Demmu menyampaikan, bahwa meski belum menemui titik temu, pihaknya akan terus berupaya memberikan solusi terbaik.
“Mediasi ini akan terus berlanjut. Kita akan mencari jalan terbaiknya seperti apa,” sebutnya.
Ia memastikan, bahwa pihaknya dalam waktu dekat akan melakukan peninjauan lapangan ke lahan yang dipersoalkan. Hal ini dimaksud agar penyelesaian kasus ini tidak berlarut dan segara ada solusi terbaik.
“Kami juga akan mengagendakan rapat kebali dengan mengundang pihak-pihak terkait seperti Polda Kaltim, Dinas Kehutanan Kaltim, Kanwil ATR/BPN Kaltim, BPN Kukar, Dinas Pertanahan dan Penataan Ruang Kukar, Camat Anggana, Tim Terpadu Proyek Tunu F-Inland Kukar, pihak perusahaan serta masyarakat Desa Sepatin,” jelas Baharuddin sapaan akrabnya, pada Rabu (11/01/2023).
Dalam RDP tersebut, Riswandi salah satu warga Desa Sepatin, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) mengklaim, bahwa masih ada lahan warga setempat yang belum dilakukan pembebasan oleh PT PHM.
“Lahan itu milik Bapak Hamsyah, dan telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) sejak 1995,” ujarnya.
Karena tidak adanya kesepakatan harga antara pemilik lahan dengan pihak perusahaan, sehingga pemilik lahan tidak bersedia diberikan kompensasi oleh PT PHM.
“Sementara, lahan tersebut sudah digarap secara sepihak oleh perusahaan,” sebut Riswandi.
Sementara itu, Head of Communication Relation and CID PT PHM, Frans Alexander Hokum membantah pihaknya melakukan penyerobotan lahan. Pasalnya, PT PHM telah memilik Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) di wilayah yang dipersoalkan.
“Selain itu, kami juga dalam melaksanakan pemberian kompensasi investasi lahan tambak melalui tim terpadu verifikasi lahan Pemkab Kutai Kartanegara,” kata dia.
Baharuddin kembali mengatakan, terkait dengan terbitnya SHM yang dimiliki warga tersebut, Bahar mengaku ragu jika masih ada penerbitan sertifikat tanah di kawasan kehutanan.
“Ini juga yang perlu didalami, karena tentu menyalahi tata ruang wilayah dan perlu dipertanyakan ke instansi yang mengeluarkan sertifikat tersebut,” katanya.
Terkait hal itu, dirinya juga menyayangkan, jika memang Tim Terpadu telah membayar kepada orang yang menggarap lahan, bukan ke pemilik lahan. Mestinya tim verifikasi melakukan kroscek dulu asal usul tanah tersebut.
Berdasarkan pengakuan PT PHM, kata Baharuddin, yang sudah melakukan pembayaran keseluruhan atas pembebasan lahan yang dimaksud. Namun perlu ditelisik siapa-siapa saja yang menerima pembayaran tersebut.
“Maka, komisi I meminta dokumen pendukung, termasuk verifikasi ke lapangan, apakah kawasan kehutanan, atau pertanian dan perkebunan yang digarap tersebut boleh dilakukan kegiatan penambangan,” pungkasnya. (tia/adv/dprdkaltim)