Kutai Kartanegara – Surat yang dikeluarkan Bawaslu RI tertanggal 11 November 2020 tentang rekomendasi pembatalan pencalonan Edi Damansyah menuai polemik. Surat yang ditujukan kepada KPU tersebut belum ada progres kelanjutaanya.
Pengamat politik Kutai Kartanegara Surya Irfani berpendapat terkait surat yang beredar di media sosial soal pasal yang dikenakan Bawaslu kepada Paslon adalah pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015.
“Bawaslu tidak cukup hati-hati, karena pasal tersebut tidak berlaku karena sudah berubah di Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016,” katanya.
Surya menilah bahwa tak relevan jika yang diterapkan pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016. Karena pasal tersebut menyebutkan Gubernur atau wakil Gubernur, Bupati atau wakil Bupati, Walikota atau wakil Walikota, dilarang menggunakan kewenangan program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
“Makna salah satu pasangan calon, berarti paslon lebih dari satu, Kukar itu Paslon tunggal. Pertanyaannya, siapa yang dirugikan siapa yang diuntungkan, gak relevan dong kalau Paslon tunggal,” kata Surya, yang juga merupakan dosen Universitas Kutai Kartanegara.
Lanjutnya, apabila digunakan pasal pasal 71 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 tahun 2015 sudah tidak berlaku karena disebut disitu ketentuan pasal 71 diubah menjadi Nomor 10 tahun 2016.
“Bawaslu tidak hati-hati dan tergesa-gesa mengenakan pasal yang tidak berlaku,” ucapnya.
Sementara itu, fenomena kolom kosong sendiri, kata Irfan, publik juga harus mengerti bahwa ada sesuatu yang timpang. Menurutnya, di banyak kesempatan ketika Paslon, tim sukses atau pendukung terganggu dengan gerakan kolom kosong bahkan sampai fitnah dan segala macam, mereka tidak punya ruang untuk menuntut.
“Salah satu contoh di Balikpapan ketika kuasa hukum menuntut tidak memenuhi unsur, karena Kolom kosong bukan peserta pemilu, dia bukan subjek pilkada, tapi di sisi lain sering menganggu paslon seakan menjadi peserta,” ucapnya.
Dia melanjutkan, publik harus tahu kolom kosong bukan peserta. Filosofi lahirnya putusan MK, pada prinsipnya kolom kosong itu ruang bagi siapapun yang tidak sepakat dengan calon tunggal.
“Bila tidak setuju, tinggal menentukan saat pemilihan di kotak suara,” katanya.
Sementara itu bahwa secara kelembagaan kedudukan surat tersebut wewenang Bawaslu RI.
“Kalau perkembangannya kita juga tidak tahu seperti apa, Bawaslu Kaltim tidak dapat tembusan dari Bawaslu RI,” ucap Komisioner Bawaslu Kaltim Galeh Akbar, saat dihubungi, Rabu (18/11/2020).
Dia melanjutkan, istilahnya bukan koordinasi, karena ditangani di Bawaslu RI, kecuali ada pelimpahan.
“Hal ini karena pelapor melaporkan ke Bawaslu RI jadi penanganan nya harus di Bawaslu RI, kalau di tangani Bawaslu RI kita gak dapat tembusan,” kata Galeh.
Dia kembali menjelaskan selama tidak ada proses pemberhentian dari KPU RI, berarti tahapan pilkada tetap berjalan. Sedangkan untuk tindak lanjut surat itu, menurutnya itu menjadi domain KPU.
“Apapun hasil dari keputusan akan tunggu langkah KPU selanjutnya,” ungkapnya.
Dia juga mengingatkan agar perbedaan pandangan ini agar masyarakat tetap menjaga Kondusifitas.
“Ini tanggung jawab kita semua khususnya masyarakat Kukar.
Kalau kemudian terjadi gejolak, Kukar juga yang dirugikan,” ungkapnya.
Dia menambahkan bahwa semua pihak harus menunjung tinggi asas demokrasi, yaitu saling menghargai satu sama lain.
“Semua memiliki hak konstitusi, ada saluran hukum yang harus ditempuh ketika ada permasalahan,” ucapnya.
Selain itu dia juga mengatakan bahwa terkait beberapa laporan yang masuk di Bawaslu Kaltim, sempat ditangani tapi kasusnya berbeda.
“Ada tiga kasus berbeda yang dilaporkan ke Bawaslu dengan jenjang yang berbeda,” ucapnya.
Semua jenjang di Bawaslu, lanjut Galeh, juga memiliki pandangan hukum terhadap kasus yang berbeda juga. paparnya. (zul)